Diego Armando Maradona (Argentina) dan Lothar Matthaus (Jerman (Barat))adalah dua nama besar dalam dunia sepakbola yang pernah mengangkat trophy Piala Dunia sebagai kapten tim negaranya masing-masing. Uniknya mereka berdua saling mengalahkan dalam dua gelaran Piala Dunia di akhir 1980-an. Maradona mencium trophy Piala Dunia 1986 Mexico dengan mengalahkan Matthaus sedangkan Matthaus mencium trophy Piala Dunia 1990 Italia dengan mengalahkan Maradona. Uniknya Argentina dan Jerman (Barat) dalam dua pertandingan itu dilatih oleh pelatih yang sama yaitu Carlos Bilardo (Argentina) dan Franz Beckenbauer (Jerman Barat).
Maradona lahir dalam dunia sepakbola dengan bakat alam khas Amerika Latin. Dia ditempa keras dalam lingkungan orang-orang yang gila sepakbola sehingga melahirkan skill sepakbola yang alami. Dia pernah memperkuat beberapa klub dan menjadi icon klubnya. Tersebutlah Boca Juniors, Barcelona dan Napoli ada dalam curriculum vitae kesuksesannya. Puncak kejayaannya ketika dia mengenakan kostum I Partenopei Napoli di selatan Italia. Maradona mengangkat Napoli dari klub papan bawah menjadi klub papan atas setara dengan Juventus, Milan dan Inter. Liga Serie A 1987 dan 1990, Piala UEFA 1989, Coppa Italia 1987 dan Supercoppa Italia 1990 adalah gelar yang dipersembahkannya pada publik San Paolo. Hegemoni Italia Utara tumbang di tangan seorang Maradona dengan Napoli-nya.
Pada Piala Dunia 1986 Maradona, bak seorang diri, mengantarkan Argentina meraih titel kedua Piala Dunia. Kejeniusan dan kecurangan seorang Maradona bersatu meraih trophy. Maradona seorang kontroversial sekaligus seorang Dewa dalam sepakbola. Maradona satu-satunya pemain sepakbola yang membuat dua gol dengan cara yang berbeda 180 derajat hanya dalam 10 menit. Inggris adalah korbannya. Gol pertama dia buat dengan tangannya yang terkenal dengan Mano de Dios atau Gol Tangan Tuhan dan gol kedua dia buat dengan cara brillian mendribel bola dan melewati 5 pemain Inggris kemudian menceploskan bola ke gawang Shilton. Gol ini dinobatkan sebagai Gol of The Century.
Matthaus berkembang dalam didikan sepakbola Jerman yang disiplin dan rapi. Sepakbola sudah memasuki wilayah ilmu sains yang dapat diteliti. Matthaus lebih banyak mengembangkan diri dengan gaya sepakbola modern yang sangat terkenal di Eropa. Klub-klub seperti Monchengladbach, Inter dan Munich pernah merasakan jasanya. 7 gelar Bundesliga dan 1 Serie A Italia ada dalam prestasinya. Ketika memperkuat Inter Matthaus bahu membahu dengan kompatriotnya Klinsmann dan Brehme.
Pada Piala Dunia 1990, Matthaus menjadi kapten yang membawa Jerman (Barat) meraih gelar Piala Dunia ketiga. Matthaus berhasil mengemas 4 gol dalam turnamen ini. Dalam sebuah tim Matthaus berperan sebagai penyeimbang lini tengah dan menjadi Jenderal dalam mengatur arah bola yang harus didistribusikan. Voller, Klinsmann dan Rummenigge sudah pernah merasakan kemudahan mencetak gol atas pelayanan Matthaus di lini tengah.
Pertemuan langsung antara Maradona – Matthaus terjadi di Azteca, Mexico dan kala itu Maradona membuat dua assist yang akhirnya memenangkan Argentina atas Jerman (Barat) dan meraih juara dunia 1986. Pertemuan mereka juga terjadi di Olimpico, Roma, Italia yang kala itu menjadi giliran Matthaus mengalahkan Argentina dan menjadi juara dunia 1990. Uniknya ketika itu Maradona dan Matthaus sama-sama sedang memperkuat klub Italia, Maradona dengan Napoli sedangkan Matthaus dengan Inter Milan.
Membandingkan keduanya mungkin tidak terlalu relevan karena punya skill yang berbeda. Maradona mempunyai gaya dribel, kecepatan, melewati lawan, instinct mencetak gol dan mumpuni dalam mengambil bola mati. Matthaus prima dalam mengantisipasi lawan, distribusi bola, menjaga ritme dan cenderung lebih tenang. Maradona adalah pemain yang dengan seorang diri bisa menjuarai Piala Dunia dan menjadikan Napoli menjadi klub papan atas. Matthaus adalah lambang kebersamaan dan kerjasama dalam meraih kesuksesannya bersama timnya.
Di samping pertemuan antara Argentina – Jerman (Barat) di level tim nasional, mereka juga bertemu di level klub yaitu Napoli dan Inter Milan dalam kurun waktu 1988 – 1991. Maradona memberikan Napoli gelar Seria A 1987 dan 1990 dengan membungkam kekuatan Juventus dan Milan yang kala itu mendominasi. Matthaus memberikan gelar Serie A 1989 bagi Inter Milan setalah puasa gelar lebih dari 10 tahun. Persaingan di klub memang tidak terlalu ketat karena kala itu publik lebih melihat persaingan Napoli dan AC Milan dengan Trio Belanda-nya.
Walaupun terkesan seperti bersaing, Maradona-Matthaus tidaklah menimbulkan efek yang panas pada para pendukung, bahkan Maradona – Matthaus seperti dua orang saudara yang berlomba-lomba menyenangkan orang tuanya. Saat pertandingan perpisahan Maradona, Matthaus diundang begitu juga pada pertandingan perpisahan Matthaus. Maradona pun hadir. Rivalitas klasik yang dapat dicontoh oleh insan sepakbola yang sekarang sedang bersaing. Rivalitas yang konstruktif sehingga ada yang menyebut Maradona tidak akan hebat tanpa Matthaus dan Matthaus tida akan brillian tanpa seorang Maradona.
Nanti malam (14/07/2014) Argentina dan Jerman kembali bertemu dalam final Piala Dunia 2014 Brazil. Pertemuan Argentina – Jerman menjadi rekor dalam final Piala Dunia yaitu sebanyak 3 kali. Pertemuan kali ini melibatkan Messi dan Ozil yang menjadi icon sepakbola Argentina dan Jerman saat ini. Messi – Ozil pun sudah pernah terlibat langsung pada Barcelona dan Real Madrid. Apakah Messi-Ozil akan melanjutkan rivalitas santun ala Maradona-Matthaus? Bagaimana hasil pertandingan nanti malam? Layak kita tunggu dengan tajuk “Rivalitas Argentina – Jerman di Kiblat Sepakbola Dunia.”
by.
Riza Lubis
2 COMMENTS
Rivalitas abadikah?
Simbol saja rivalitas mutualisme