Tuan Hasan dibesarkan di lingkungan yang islami dan banyak langsung mendapatkan ilmu dari ulama kaum tua di Mandailing. Beliau pernah sekolah Madrasah Islamiyah di Padangsidimpuan, Volksschool di Siabu dan sempat 3 tahun di Mushtafawiyah Purba Baru berguru langsung kepada Syekh Mushtafa Husein.
Pada usia yang baru menginjak 12 tahun, Tuan Hasan berangkat ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agamanya. Beliau menuntut ilmu di Madrasah Shoulatiyah yang kemudian dilanjutkan ke Madrasah Darul Ulum. Beliau menerima ilmu langsung dari guru-guru besar di Mekkah yang berasal dari seluruh penjuru dunia termasuk dari Indonesia. Terdapat 8 mata pelajaran utama yang dipelajari beliau yaitu Ilmu Hadis, Ilmu Fiqih, Ilmu Bahasa (Nahwu dan Sharaf), Ilmu Tafsir, Mantiq, Ilmu Falaq, Sejarah dan Ilmu Tasawuf.
Selama belajar di Mekkah ternyata Tuan Hasan juga sambil mengajar. Beliau sempat mengajar tingkat Ibtidiyah dan Tsanawiyah di Darul Ulum sampai tahun 1938 ketika usianya sekitar 23 tahun. Pada tahun 1938 beliau pun kembali ke tanah air dan ditunjang hasratnya untuk memajukan pendidikan islam di Tapanuli beliau pun langsung mengabdikan ilmunya di almamaternya Madrasah Mushtafawiyah Purba Baru. Setelah 3 tahun beliau mengajar di Purba Baru, beliau kemudian kembali ke kampung halamannya. Pada tahun 1941 beliau mendirikan Masjid dan Madrasah Ma’hadul Islahiddin di Huta Baringin, Siabu.
Selain mengajar Ilmu Agama, Tuan Hasan juga aktif bergaul sesama ulama di Tabagsel. Dipimpin Syekh Musthafa Husein Purba Baru, Tuan Hasan turut serta mendirikan Nahdlatul Ulama Sumatera Utara yang diresmikan pada tanggal 9 Februari 1947 di Padangsidimpuan. Syekh Musthafa Husein Nasution sendiri terpilih menjadi Rois Syuriyah pertama dan Syekh Baharuddin Thalib Lubis terpilih menjadi Ketua Tanfidziyah pertama NU Sumatera Utara. Tuan Hasan pun masuk dalam jajaran pengurus NU Sumatera Utara tersebut.
Keberadaan Tuan Hasan dalam NU tentunya sangat berpengaruh pada perkembangan pendidikan NU di Tabagsel. Tahun 1950, beliau diangkat menjadi PNS di lingkungan Departemen Agama dan tahun 1954, beliau pindah tugas ke Padangsidimpuan sebagai Kepala KUA Tapanuli Selatan. Menurut rekan-rekan beliau di NU, Tuan Hasan merupakan seorang pemikir dan konseptor yang sangat handal dalam memajukan dunia pendidikan islam umumnya dan pendidikan NU (Aswaja) khususnya.
Peranan Tuan Hasan di dunia pendidikan Islam Tapanuli Selatan semakin nyata setelah pada tahun 1958 beliau mendirikan Pendidikan Guru Agama Al Iman bersama adik kandungnya Zubeir Ahmad. Beliau pun menjadi Direktur (Kepala Sekolah – penulis) sekolah tersebut. Sekolah inilah cikal-bakal PGA Negeri Padangsidimpuan yang sekarang menjadi MAN 2 (Model) Padangsidimpuan.
Tahun 1962, atas prakarsa Tuan Hasan, bersama-sama ulama NU seperti Syekh Ja’far Abdul Wahab, Syekh Abdul Halim Khatib, Syekh Baharuddin Thalib Lubis, Syekh Muhammad Dahlan Hasibuan, Tongku Imom Hasibuan, Syekh H. Mukhtar Muda Nasution dan lain-lain, Perguruan Tinggi NU (PERTINU) didirikan di Padangsidimpuan sebagai wadah pendidikan tinggi bagi warga Nahdliyin di Tapanuli Selatan dan Sumatera Utara. PERTINU kemudian berganti nama menjadi Universitas Nahdlatul Ulama Sumatera Utara (UNUSU) dan Tuan Hasan pun diangkat menjadi Rektor pertamanya.
Dalam perkembangannya di tahun 1968 UNUSU di Padangsidimpuan ini pun akhirnya dinegerikan menjadi cabang IAIN Imam Bonjol Padang. Atas perjuangan Tuan Hasan dan kawan-kawan di tahun 1973 resmilah berdiri IAIN Sumatera Utara di Medan dan cabangnya Fakultas Tarbiyah di Padangsidimpuan di mana Tuan Hasan yang menjadi dekannya.
Tuan Hasan juga yang mendirikan Universitas Islam Tapanuli (UISTA) di Padangsidimpuan yang sekarang menjadi STAITA dan dikelola oleh putra kandungnya Mahfuz Budi. Memang Tuan Hasan tidak seperti ulama lain yang biasanya mendirikan Pondok Pesantren tetapi sebagai gantinya beliau banyak berperan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang saat ini menjadi tiang pendidikan islam di Padangsidimpuan.
Di lingkungan NU Tuan Hasan pun aktif berperan di samping meletakkan dasar pendidikan NU beliaupun menjadi Pengurus Cabang, Wilayah, LP Ma’arif, sampai terakhir menjadi salah satu Mustasyar PBNU masa khidmat 1989 – 1994.
Melengkapi kiprahnya dalam pendidikan islam, Tuan Hasan menyempatkan diri menulis buku-buku yang sebagian besar diterbitkan oleh penerbitnya sendiri, Al Mahfuz Budi, yang diambil dari nama anak kandungnya paling bungsu. Lebih dari 40an judul buku yang sudah dibuat oleh beliau dan semua berkaitan dengan agama islam.
Tuan Hasan meninggal dunia pada tanggal 26 Februari 1998 di Medan dan dimakamkan di Desa Huta Baringin Kecamatan Siabu Kabupaten Tapanuli Selatan (sekarang Mandailing Natal – penulis). Tuan Hasan meninggalkan sepasang putra-putri yaitu Salmawati Hasibuan (tugas di IAIN SU) dan Mahfuz Budi Hasibuan (pimpinan STAITA) dan seorang lagi putri sulungnya bernama Faizah menikah dengan putra Tuan Guru Nabundong.
Penulis sendiri banyak mendengar tentang Tuan Hasan dari almarhum ayahanda penulis, Drs. Mawardi Lubis (Wakil Ketua PCNU Tapsel 1995 – 2007) karena Tuan Hasan adalah kawan seperjuangan kakek penulis, HM Ali Idris Lubis di organisasi Nahdlatul Ulama. Penulis juga banyak mendengar cerita dari ibunda penulis, Dra. Hj. Hasni Delaila Harahap (Ketua Muslimat NU Tapsel 1993 – 2006) yang pernah langsung menjadi mahasiswa Tuan Hasan di IAIN SU Padangsidimpuan. Di samping itu, istri dari Tuan Hasan yang bernama Hj. Ramlah masih merupakan famili dari kampung Simangambat, Kec. Siabu.
Begitulah tulisan singkat tentang Prof. Syekh H. Ali Hasan Ahmad Addary yang seumur hidupnya lebih banyak berkecimpung dalam membangun fondasi pendidikan islam umumnya dan pendidikan NU (Aswaja) khususnya di Tapanuli (bagian) Selatan.
Wassalam,
Riza Lubis
7 COMMENTS
[…] Utara pun lahir di bumi Tapanuli Selatan atas prakarsa Syekh H. Mushtafa Husein (Purba Baru) dan Syekh Ali Hasan Ahmad Addary […]
[…] Kyai Hasyim dan Kyai Wahab yang menular pada Syekh Musthafa Husein, Syekh Ali Hasan dan Syekh Mukhtar Muda akan kita bangkitkan kembali di Bumi Serambi Mekkah-nya Sumatera Utara. Kami […]
Its my fortune to go to see at this web site and find out my required piece of writing along with video presentation, thats YouTube video and its also in quality.
ladlePt
[…] ulama yang masyhur di NU sampai ke tingkat nasional sebutlah Syekh Musthafa Husein Nasution, Syekh Ali Hasan Ahmad Addary dan Syekh Mukhtar Muda Nasution telah mengharumkan nama Tapanuli Selatan ini menjadi Serambi Mekkah […]
[…] (saat itu) seperti Syekh H. Mushtafa Husein, Syekh H. Baharuddin Thalib Lubis, Nuddin Lubis, Syekh Ali Hasan Ahmad dan lain-lain. Lahirnya NU Sumatera Utara ini memicu lahirnya NU di seluruh wilayah Tapanuli […]
[…] tahun 1947, Syekh Abdul Halim juga termasuk dalam barisan tersebut bersama dengan Syekh Mushtafa, Syekh Ali Hasan Ahmad, Syekh Baharuddin Thalib dan Nuddin Lubis. Syekh Abdul Halim juga sempat menjadi Pengurus PBNU di […]
[…] Ja’far Abdul Wahab gelar Tuan Mosir yang juga menantu Syekh Musthafa. Tercatat dalam periode ini Syekh Ali Hasan Ahmad Addary pernah mengabdikan diri turut mengajar di Musthafawiyah […]