Alame adalah dodol tradisional Mandailing yang dikemas dalam bungkusan pandan yang dianyam. Alame ini merupakan makanan wajib bagi masyarakat Tapanuli Bagian Selatan di saat lebaran tiba sehingga mangalame pun menjadi wajib menjelang lebaran. Mangalame ini menggunakan kuali (wajan) besar, tungku api biasanya pada tanah yang dilobangi dan diolah dengan cara “manggaor” oleh 2-4 orang. Mangalame ini bisa memakan waktu seharian penuh atau semalaman penuh dan biasanya sekitar seminggu hingga 4 hari menjelang lebaran sehingga alamenya enak dikonsumsi saat lebaran tiba. Bagi kami pendatang yang dari jauh bisa saja alame dibuatkan setelah lebaran menjelang kembali ke perantauan.
Lomang adalah lemang yang sudah dikenal di seluruh daerah di nusantara ini. Lomang adalah pulut (ketan) yang dibungkus dengan daun pisang dan dibakar di dalam bambu. Mangalomang secara tradisi dilakukan sehari sebelum lebaran (H-1) sehingga ungkapan “sadari mangalomang” menunjukkan bahwa hari itu merupakan sehari sebelum lebaran tiba. Untuk menambah nikmatnya lomang biasanya dimakan dengan gula batu atau bisa juga dengan bumbu rendang. Di keluarga kami biasanya menikmati lomang ini bersama-sama setelah pulang dari Shalat Id.
Marsijalang-jalangan merupakan hal yang wajib pada lebaran di manapun sebagai tanda bermaaf-maafan satu dengan yang lainnya. Marsijalang-jalangan ini kami lakukan dengan yang tertua duduk menunggu salam dari yang muda yang dirutkan menurut usia dari yang tua ke yang muda dan dari barisan orang tua ke barisan anak/cucu. Sewaktu nenek masih ada, neneklah yang disalam pertama kalinya. Saat ini mama kami lah yang tertua di keluarga Simangambat sehingga mama kami lah menjadi yang tertua pengganti nenek. Marsijalang-jalangan ini kami lakukan sebelum berangkat Shalat Id.
Sumbayang Ari Rayo adalah Shalat Id yang dilaksanakan berjamaah sekampung di tanah lapang. Di Simangambat, tanah lapang ada di lr. 5 di belakang sekolah NU. Rumah nenek ada di lr. 1 dan kami sekeluarga berjalan bersama-sama dengan kerabat / masyarakat se lr. 1 menuju tanah lapang di lr. 5 melintasi jalan lintas Sumatera dengan kumandang takbir, tahlil dan tahmid. Ada kesan tersendiri ketika berjalan beramai-ramai menuju tanah lapang untuk Shalat Id. Luar Biasa. Momen berangkat shalat id selalu diabadikan dengan foto bersama di depan teras rumah nenek dan ternyata kebiasaan ini sudah mulai dari dahulu.
Ziarah (dalam logat Mandailing “siarah“) adalah pergi ke kuburan keluarga untuk mendoakan mereka yang dalam kubur dan membersihkan kuburan tersebut. Ziarah ini memang secara tradisi dilakukan saat menjelang bulan Ramadhan tetapi bagi kami perantau biasanya sepulang shalat id singgah dulu di kuburan untuk berziarah. Ziarah mendoakan ayahanda dan para nenek kami yang telah meninggal dunia. Setelah dari kuburan biasanya kami menyempatkan untuk berfoto-foto di jembatan Aek Muara Sada di pinggir jalan Lintas Sumatera.
Painte namanjalang merupakan rutinitas di hari pertama lebaran kami. Setelah pulang shalat id, kami sekeluarga biasanya menikmati alame, lomang + gula batu / bumbu rendang dan kue lebaran serta minuman kopi atau sirup. Painte namanjalang ini dilakukan karena nenek kami adalah yang tertua dalam keluarga besar sehingga pasti dikunjungi keluarga besar lainnya. Biasanya barisan kahanggi dan anak boru lah yang akan datang di hari pertama ini. Seharian penuh di hari pertama lebaran kami menerima kunjungan silaturrahmi dari keluarga yang lain. Saat barisan orang tua menerima tamu di dalam rumah biasanya barisan anak cucu ada di teras dan berfoto-foto di halaman rumah.
Di hari kedua lebaran biasanya giliran kami sekeluarga dari Simangambat akan berkunjung silaturrahmi ke barisan mora kami (manjalang tu mora). Saat saya kecil dulu, mora yang dikunjungi ada di Panti (keluarga nenek perempuan), lr. 2 Simangambat (nenek Rina) dan di Sidimpuan (nenek Adly), tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Saat ini kami biasanya mengunjungi Silaiya (nenek Alisa) dan Sidimpuan (nenek Jogi). Khusus ke Binjai (nenek kami dari mama) dulu biasanya dikunjungi setelah 2 hari lebaran karena jarak yang cukup jauh (12 jam perjalanan), setelah nenek tidak ada kami hanya sekali-sekali saja ke Binjai. Kadang-kadang tidak hanya ke barisan mora saja, jika ada keluarga yang dilewati dalam perjalanan pun kami singgahi.
Episode inilah yang paling ditunggu barisan Anak Cucu Aek Muara Sada Simangambat. Judulnya jalan-jalan yang biasanya pergi rekreasi ke tempat-tempat wisata di sekitar Madina. Ada kolam Sampuraga, dulu mandi air panas ke Sibanggor dan main-main ke Batang Gadis, terkadang kalau sempat ke Sibolga, Danau Toba, Medan dan Berastagi, dulu sempat juga ke Bukit Tinggi dan sekitarnya saat bou masih di sana, namun ke Aek Sijorni yang begitu dekat malah belum pernah. Tidak jarang jga jalan-jalannya hanya ke kebun (rambutan dan jeruk manis) atau hanya ke sawah saja (makan-makan sambil manyabi/panen) Ayah kami dulu membawa kami rekreasi itu pasti ke tempat yang ada cerita untuk nasehat bagi anak-anak (kami semua).
Halal Bi Halal juga dilakukan di Simangambat biasanya setelah semua aktivitas di atas selesai. Halal bi halal ini merupakan wadah saling silaturrahmi dan bermaafan saat lebaran yang biasanya terbatas hanya untuk parkahanggian kami saja. Karena sejak masa nenek dulu, keluarga kami adalah kepala kahanggi maka sejak dulu halal bi halal ini selalu mengambil tempat di rumah Simangambat. Halal bi halal ini juga digunakan untuk musyawarah kahanggi untuk kemajan perkumpulan kahanggi ini di masa mendatang. Kadang-kadang juga halal bi halal ini dilakukan dengan mengundang orang sekampung dan hal ini pernah saat nenek laki-laki masih ada. Halal bi halal ini menutup rangkaian rutinitas lebaran setiap tahunnya di Simangambat. Setelah itu yang datang dari rantau akan kembali ke perantauannya satu persatu.
Begitulah sekilas tradisi lebaran keluarga kami yang sebagian besar kami jalani di kampung kelahiran ayah kami, Simangambat. Walaupun itu-itu saja setiap tahunnya namun kami tidak pernah merasa bosan. Pulang ke kampung halaman membawa semangat tersendiri bagi kami kaum perantau. Semoga kami para anak cucu keturunan dari Simangambat ini mampu mempertahankan suasana lebaran yang seperti ini di masa mendatang.