Nahdlatul Ulama yang didirikan pada tahun 1926 mencetuskan kembali ke Khittah pada saat Muktamar NU ke-28 di Yogyakarta 1984. Berdasarkan Muktamar tersebut pengertian Khittah adalah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga Nahdlatul Ulama yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.
Landasan tersebut adalah faham Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan. Khittah NU juga digali dari intisari perjalanan sejarah khidmahnya dari masa ke masa.
Beberapa catatan terkait dengan Khitttah NU ini adalah sebagai berikut :
- Khittah artinya garis. Dalam hubungannya dengan NU kata Khittah berarti garis-garis pendirian, perjuangan dan kepribadian NU. Garis-garis tersebut sesungguhnya telah dimiliki oleh para ulama Pesantren secara membudaya, memasyarakat dan mentradisi sehingga ketika NU didirikan, garis-garis tersebut dituangkan di dalamnya untuk dilestarikan, dipelihara dan dikembangkan.
- Fungsi garis-garis tersebut dirumuskan sebagai “landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga NU yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.” Itu artinya pikiran, sikap dan tindakan warga NU harus berlandaskan atas Khittah NU, baik secara perorangan maupun organisasi kolektif.
- Materi (mahiyah = substansi) landasan atau garis-garis Khittah adalah : “Faham Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia, meliputi dasar-dasar pengamalan kemasyarakatan. Faham Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah bagi NU tidak hanya terbatas pada bidang aqidah saja tetapi juga pada bidang-bidang fikih, tasawwuf, akhlak dan juga tercermin dalam sikap-sikap kemasyarakatan NU seperti tawasuth, i’tidal, tawaazun dan sebagainya yang merupakan ciri khas NU dalam memahami, menghayati dan mengamalkan Ahlussunnah Wal Jama’ah.“
- Khittah NU juga digali dari intisari perjalanan sejarah khidmahnya dari masa ke masa yang artinya Khittah NU selain berwujud Ahlussunnah Wal Jama’ah juga dilengkapi dan diperkaya dengan intisari pelajaran dari pengalamannya selama berkhidmah. Dengan demikian Khittah NU menjadi bersifat jelas, kenyal, luwes dan dinamis.
Demikian sekilas penjelasan mengenai Khittah Nahdlatul Ulama 1926 yang kembali diterapkan bagi warga NU sejak Muktamar ke-28 di Yogyakarta 1984.
Salam,
Riza Lubis