Suatu hari saya pernah membaca salah satu postingan teman di fb. Postingan yang sangat singkat, padat tetapi penuh makna. Di akhir kalimat beliau menyebutkan; ‘jika anda ingin dicintai, maka bersiaplah untuk diuji’. Saya tidak tengah memikirkan cinta kepada makhluk ciptaanNya, karena saya yakin berbicara tentang cinta pada makhluk tidak akan ada spasinya, saya yakin itu! Akan tetapi saya ingin menasehati diri saya sendiri tentang sekuat apakah selama ini energi cinta yang terbangun untuk Nya; penguasa Langit dan Bumi.
Apakah kerikil-kerikil tajam yang berubah menjadi badai besar nan dahsyat lalu menghantam kita adalah episode perdana cerita cinta kita padaNya? Atau inikah yang disebut sebenar-benarnya cinta? Ketika jiwa telah bersiap untuk ‘menikmati ujian’ dan meyakini bahwa jatuh sejatuh-jatuhnya, seperih-perihnya, sesakit-sakitnya, sekemelut-kemelutnya adalah bukti cinta Allah pada kita. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (ujian) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS Al-Baqarah:214)
Bersiap untuk dicintai adalah ‘manifestasi kerelaan’ untuk menikmati setiap detik-detik ujian. Ketika sakit, bangkrut, dikhianati, ditipu, diancam, dicibir, miskin dan ujian semisalnya. Bersiap untuk dicintai adalah perjalanan panjang yang pasti akan melelahkan raga, tetapi menyuburkan nurani. Bersiap untuk dicintai adalah romantika hidup antara kamu dan PenciptaMu. Bersiap untuk dicintai adalah sekelumit pengorbanan sepanjang nafas mengalir. Seperti titah Rabb Tuhanmu yang disebutkan didalam Alquran dan diceritakan dalam perjalanan hidup para nabi, tentang kecintaan keimanan dan kesabaran mereka yang melangit. Semisal nabi Ayyub ‘alaihissalam yang mendapatkan ujian kematian anak-anaknya dan penyakit berat yang dideritanya, Ibrahim ’alaihissalam yang dibakar hidup-hidup oleh Namrud, Musa ’alaihissalam yang berjuang dengan berat lagi panjang melawan Fir’aun dan kerasnya hati Bani Israil, Nuh ’alaihissalam yang harus menahan derita dihina kaumnya bahkan keluarganya, lalu dicap orang gila karena merakit kapal di atas bukit. Dengan kekuasaan Allah, ketegaran nabi Nuh a’laihissalam juga mendatangkan pertolongan dan kehancuran bagi kaumnya, atau Nabi kita Al-Amin shallallahu’alaihi wasallam yang bertubi-tubi diuji oleh Allah dihina,dilempar,diancam, diusir serta berbagai ujian nabi-nabi lainnya.
Barangkali kita tidak akan sekuat atau setangguh mereka para Nabiyullah. Mereka adalah manusia-manusia pilihan yang Allah utus di zamannya. Akan tetapi nilai-nilai dari ‘perjalanan cinta’ mereka itulah yang hari ini menjadi ‘PR besar’ kita menghadapi ujian dan tantangan hidup. Kita bersiap untuk dicintai, maka Allah meminta kita untuk bersiap untuk diuji dengan berbagai kekurangan, kesempitan, kesakitan dan ujian lainnya. Sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah ditanya tentang siapakah manusia yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab; “Para nabi, kemudian yang serupa, lalu yang serupa, maka seseorang diuji berdasarkan tingkat dien-nya.” (HR. Tirmidzi).
Semakin cinta,semakin diuji.
Penulis : Fauziah Ramdani
Sumber : Muslimedianews